JURNAL
PI PENGARUH CELEBRITY ENDORSER, BRAND PERSONALITY DAN BRAND ASSOCIATION TERHADAP
ITENSITAS PEMBELIAN
(Studi
pada Iklan Yamaha Jupiter MX Versi Valentino Rossi)
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di jaman era globalisasi seperti
sekarang persaingan dalam memasarkan suatu produk semakin tinggi, para
perusahaan berlomba-lomba untuk mempertahankan pangsa pasar dengan berbagai
cara seperti berusaha memberikan informasi mengenai produk yang mereka produksi
dengan cara advertising, personal selling, public relations, direct marketing, menciptakan produk yang dapat menarik
perhatian konsumen, dengan inovasi baru dan harga murah, atau mungkin dengan
kualitas yang lebih baik namun harga lebih tinggi, dan menggunakan jasa selebriti
sebagai endorser.
Agar produk yang dipasarkan
melalui media iklan memiliki daya tarik bagi para calon pembeli, maka
perusahaan memerlukan dukungan tokoh yang terkenal dimasyarakat untuk dijadikan
bintang iklan untuk memberikan informasi dan penyampaian pesan terhadap produk
perusahaan. Dengan menggunakan celebrity sebagai talent pemasaran produk
diharapkan akan mempengaruhi sikap atau perilaku konsumen dan memberikan dampak
yang besar bagi kenaikan penjualan produk perusahaan.
Dengan menggunakan celebrity
endorser, perusahaan tersebut dapat melakukan perbandingan atau perbedaan
dengan produk pesaing yang ada di pasar. Dengan melakukan perbandingan produk
akan digunakan konsumen untuk memilih berbagai macam produk yang ditawarkan
produsen. Cara lain untuk menekan basis
pembeda atau perbandingan adalah dengan brand association. Menurut Darmadi, dkk
(2001:4) brand association adalah mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap
suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya hidup, manfaat,
atribut produk, geografis, harga, pesaing, dan lain lain. Pengertian brand
association menurut Aeker (1996:160) adalah segala hal yang berkaitan dengan
ingatan merek. Asosiasi itu tidak hanya eksis tetapi memiliki suatu tingkat
kekuatan. Keterkaitan pada suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada
banyak pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi
yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra tentang merek
atau brand image di dalam benak konsumen.
Selain itu untuk membedakan
produk yang dihasilkan dari produk pesaing, perusahaan juga dapat melakukan
tambahan-tambahan nilai-nilai personality atau brand dpersonality pada
masing-masing merek. Pengertian brand personality menurut Kotler & Keller
(2006:172) adalah sebagai berikut: brand
personality as the specific mix of human traits that may be attributed to a
particular brand. Menurut Kotler & Amstrong (2006:140), brand
personality yaitu suatu gabungan dari sifat manusia yang dapat diterapkan pada
suatu merek. Sedangkan menurut Kapoor (2005:1) brand personality means
positioning your brand, its important to treat it like a human being with
specific characteristics. It will come alive for the comsumer and endear it
self to them. Dari berbagai asosiasi yang terbentuk tersebut akan membantu
terciptanya brand image yang baik dan kuat, yang pada akhirnya akan
mempengaruhi konsumen dalam keputusannya untuk membeli dan mengkonsumsi sebuah
produk (Rangkuti, 2004).
Kini semakin banyaknya perusahaan
atau produsen yang menggunakan selebriti sebagai endorser, PT. Yamaha Indonesia
Motor Manufacturing yang merupakan salah satu produsen motor terbesar
menggunakan pembalap dunia Valentino Rossi sebagai celebrity endorser. Yamaha
dalam memilih endorser adalah berdasarkan karakter yang kuat dan tidak terkena
isu-isu yang negative. Sehingga, jika Yamaha ingin memperkenalkan dan
memberikan pemaparan produk, konsumen bisa yakin dan percaya.
Dengan menggunakan Valentino
Rossi yang memiliki julukan “si jawara MotoGP” sebagai celebrity endorser
diharapkan akan membangun brand association, dan membangun ekuitas merek Yamaha
dalam jangka panjang melalui pendekatan beriklan dengan gaya lucu dan menghibur.
Valentino Rossi juga telah lama resmi menggunakan tagline “Semakin di Depan”
pada kostum dan pada motor Yamaha YZR-M1 yang ia kendarai. Tagline tersebut pun
kini sudah melekat dan kental dimasyarakat.
Perusahaan berharap dengan
memberikan informasi kepada calon konsumen tentang brand association, brand
personality, dan product characteristic melalui media iklan dengan menggunakan
celebrity endorser yang banyak dikenal masyarakat luas dan dipandang memiliki
citra yang baik ini diharapkan dapat mempengaruhi minat beli konsumen. Harapan
itupun terbukti di luar sengitnya persaingan dengan competitor, sepeninggal
sang legendaris market share Yamaha pelan-pelan sempat turun. Namun sekarang
diakui atau tidak Valentino Rossi telah memberikan pengaruh yang luar biasa.
Iconnya begitu kuat di tanah air. Valentino Rossi berhasil membuat Yamaha
semakin di depan. Sebelumnya market share Yamaha sempat menurun sebesar 32% dan
tahun ini Yamaha mengalami kenaikan sebesar 36%. (www.marketing.co.id/valentino-rossi-come-back-yamaha-semakin-di-depan/)
Melihat fenomena tersebut pada
penelitian ini peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian mengenai
Analisis Pengaruh Celebrity Endorser, Brand Association, Brand Personality, dan
Product Characteristic dalam menciptakan Intensi membeli Produk Motor Yamaha,
yang merupakan studi pada iklan Yamaha versi Valentino Rossi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan empat persoalan sebagai berikut:
1.
Apakah
Celebrity Endorser berpengaruh positif terhadap intense membeli
masyarakat/konsumen?
2.
Apakah
Brand Association berpengaruh positif terhadap intense membeli konsumen?
3.
Apakah
Brand Personality berpengaruh positif terhadap intense membeli konsumen?
1.3 Batasan Masalah
Masalah
yang diangkat dalam penelitian ilmiah ini terlalu luas jika diteliti secara
menyeluruh. Maka dari itu agar masalah tidak melebar peneliti hanya meniliti
apakah ada dampak yang positif dari penggunaan Celebrity Endorser, Brand
Association, dan Brand Personality terhadap intensi pembelian konsumen.
1.4 Tujuan
Penelitian
1.
Untuk
mengetahui apakah Celebrity Endorser berpengaruh terhadap intensi pembelian
konsumen.
2.
Untuk
mengetahui apakah Brand Association berpengaruh positif terhadap intensi
pembelian konsumen
3.
Untuk
mengetahui apakah Brand Personality berpengaruh positif terhadap intensi
pembelian konsumen
BAB
IITelaah Pustaka
2.1 Intensi Membeli
Mowen and Minor (2002)
mendefinisikan intense membeli merupakan intense perilaku yang berkaitan dengan
keinginan konsumen untuk berperilaku menurut cara tertentu guna memiliki,
membuang, dan menggunakan produk. Menurut Howard dan Sheth (Tiryigolu &Elbeck,
2008) mendefinisikan intense membeli sebagai kemungkinan seorang konsumen
berencana membeli produk tertentu pada jangka waktu tertentu dan hal itu
terjadi setelah konsumen menyimpan informasi yang relevan untuk menentukan
keputusan membeli. Menurut Assael (Barata, 2007) intensi membeli merupakan
tahap terakhir dari rangkaian proses keputusan pembelian konsumen. Proses ini
akan dimulai dari munculnyakebutuhan akan suatu produk, dilanjutkan dengan
pemrosesan informasi oleh konsumen, selanjutnya konsumen akan mengevaluasi
produk tersebut. Hasil evaluasi inilah yang akhirnya memunculkan niat atau
intensi untuk membeli.
2.2 Celebrtity
Endorser
Menurut Terence
A.Shimp (2002:455) endorser adalah pendukung iklan atau juga yang dikenal
dengan bintang iklan yang mendukung produk yang di iklankan. Endorser dibagi
menjadi dua jenis yaitu:
1.
Typical
Person Endorser adalah memanfaatkan beberapa orang bukan selebritis untuk
menyampaikan pesan mengenai suatu produk.
2.
Celebrity
Endorser adalah orang-orang terkenal yang dapat mempengaruhi karena
prestasinya.
Kedua jenis endorser diatas
memiliki karakteristik dan atribut yang sama hanya dibedakan dalam penggunaan
orang-orangnya sebagai endorser tokoh terkenal atau tidak.
Menurut Terence A. Shimp
(2002:455) definisi celebrity endorser adalah memanfaatkan seorang artis,
entertainer, atlet, dan public figure yang mana banyak diketahui oleh banyak
orang untuk keberhasilan dibidangnya masing-masing dari bidang yang didukung.
Sekarang ini kebanyakan perusahaan menggunakan selebriti disbanding orang biasa
untuk mengiklankan produknya karena selebriti memiliki atribut kesohorannya,
kecantikan, ketampanan, keberanian, talenta, kekuatan, keanggunan, dan daya
tarik seksualnya sehingga sering mewakili daya tarik yang diinginkan perusahaan
iklan. Untuk membuat selebriti efektif sebagi pendukung produk tertentu dalam
suatu iklan maka harus memiliki hubungan yang berarti atau kecocokan antara
celebrity dengan produk yang diiklankan oleh selebriti tersebut.
Lebih lanjut Terence A. Shimp
(2002:468) terjemahan Revyani Syahrial dan Dyah Anikasari memberikan penjelasan
mengenai atribut (performance) endorser antara lain:
Attractiveness
(daya tarik)
Daya tarik tidak hanya berkaitan
dengan menarik secara fisik saja, tetapi termasuk karakteristik yang luhur yang
dipersiapkan oleh konsumen dalam diri endorser seperti: kemampuan intelektual,
kepribadaian, gaya hidup, dan keahlian dalam bidang atletik. Konsep umum
kemenarikan ini terdiri dari tiga gagasan yang berhubungan dengan kesamaan,
keakraban, dan perasaan suka. Jadi seorang endorser dapat dikatakan atraktif
oleh konsumen apabila dapat memberikan kesamaan dan keakraban (sense of
similiarity and familiarity), dengan catatan konsumen tersebut benar-benar
menyukai endorser tanpa memperhatikan apakah ia dan endorser memiliki
kemiripan. Daya tarik yang ditemukan oleh konsumen dalam diri endorser
merupakan bagian dari proses identifikasi: ialah pada saat konsumen
mempersepsikan endorser menarik, konsumen akan memihak pada endorser, tetapi
daya tarik tersebut lebih efektif apabila image dari endorser cocok dengan
sifat dari produk yang di iklankan.
Credibility
(kredibilitas)
Pengertian yang
paling mendasar, kredibilitas mengarah pada kecenderungan untuk meyakini dan
untuk mempercayai seseorang. Pada saat sumber informasi, seperti mempercayai
seseorang. Pada saat sumber informasi,seperti seorang endorser dipersiapkan
kredibilitasnya, maka sumber tersebut mengubah sikap melalui proses psikologis
yang dinamakan internalisasi, dua hal penting dari kredibilitas endorser:
1.
keahlian
(expertise)
keahlian mengarah pada
pengetahuan, pengalaman, atau keahlian yang dimiliki oleh seorang endorser yang
dihubungkan dengan topik yang dikomunikasikan. Keahlian adalah sesuatu yang
dipersiapkan bukan merupakan fenomena yang absolute, sehingga yang terpenting
adalah bagaimana endorser dapat dipersiapkan oleh konsumen.
2.
layak
dan dipercaya (trust worthiness)
berhubungan dengan kejujuran,
integritas, dan kepercayaan atas diri endorser. Layak atau tidaknya endorser
untuk dipercaya tergantung pada persepsi konsumen atas motivasi sang endorser.
Konsumen meyakini jika endorser dimotivasikan oleh pemenuhan kebutuhan yang
sifatnya sef-seving, maka akan menjadi kurang persuasif dari pada endorser yang
dipersepsikan oleh konsumen. Menurut Sciffman dan Kanuk (2004:297) credibility
of source (sumber terpercaya) dapat dilihat dari dua bagian yaitu:
a. kepercayaan
sumber secara informal seperti : teman, tetangga, dan pengaruh yang kuat terhadap perilaku menerima untuk melakukan transaksi produk yang dianjurkan.
b. Kepercayaan
sumber secara formal seperti : reputasinya, keahliannya, dan pengetahuannya.
Kredibilitas dan kepercayaan merupakan sifat yang harus dimiliki seorang
komunikator, karena apa yang disampaikannya kepada konsumen baik secara lisan
maupun tulisan dianggap benar dan memang apa adanya.
Menurut
Sciffman dan Kanuk (2004:340), dari semua karakteristik positif yang dimiliki
oleh seorang selebriti yang terpenting adalah ketenaran, talenta, karisma.
Kredibilitas juga merupakan hal yang sangat penting, yang dimaksudkan
kedibilitas disini sejauh mana selebriti mengetahui produk atau jasa yang di
iklankannya dan kelayakan untuk di percaya, seberapa jujur yang dikatakan oleh
selebriti tersebut mengenai produk yang di iklankan.
2.3 Brand
Association
Brand Association menurut Aaker
(1996:160) adalah segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai merek.
Asosiasi itu tidak hanya eksis, namun juga memiliki suatu tingkat kekuatan.
Keterkaitan terhadap suatu merek akan lebih kuat apabila dilandasi pada banyak
pengalaman atau penampakan untuk mengkomunikasikannya. Berbagai asosiasi yang
dilakukan yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk citra
tentang merek atau brand image didalam benak konsumen. Secara sederhana,
pengertian brand image adalah sekumpulan asosiasi merek yang terbentuk dibenak
konsumen. Konsumen yang terbiasa menggunakan merek tertentu cenderung memiliki
konsistensi terhadap brand image atau hal ini disebut juga dengan kepriibadian
merek (brand personality).
Citra merek merupakan persepsi
pelanggan terhadap sebuah merek yang mercerminkan pada serangkaian asosiasi
yang dikaitkan oleh pelanggan bersangkutan dengan nam merek tertentu dalam
memorinya. Ketiga pakar pemasaran ini mengukur fungsi dan manfaat merek
asosiasi melalui enam dimensi utama dalam buku Marketing Scales, Tjiptono, dkk
(2004:239-242), yaitu:
1.
Jaminan
Janji yang merupakan kewajiban
produsen atas produknya kepada konsumen, dimana para konsumen akan diberikan
ganti rugi apabila ternyata produk tidak bisa berfungsi sebagaimana diharapkan.
2.
Identifikasi
Pribadi
Merupakan semua pengetahuan yang
dimiliki oleh konsumen dalam semua kesimpulan yang dibuat konsumen tentang
objek, atribut, dan manfaat dari produk tersebut.
3.
Identifikasi
Sosial
Tingkah laku konsumen yang
dipengaruhi karena factor-faktor seperti keluarga, kelompok kecil, setrta peran
dan status sosial konsumen.
4.
Status
Setiap produk yang membawa status
yang memncerminkan penghargaan yang diberikan oleh masyarakat, maka sering kali
konsumen memilih produk yang menunjukan statusnya dalam masyarakat.
5.
Kesediaan
Menerima Perluasan Merek
Masyarakat menerima produk baru
yang ditawarkan oleh perusahaan dengan menggunakan merek lama yang terdapat
pada merek induknya.
6.
Kesediaan
untuk Merekomendasikan Merek
Masyarakat bersedia menunjukan
merek produk, yang dikonsumsinya ke orang lain.
2.4 Brand
Personality
Seperti manusia, sebuah bisnis
dengan kepribadian cenderung menjadi lebih patut dikenang dan lebih baik
dibandingkan dengan bisnis lain yang lunak, bahkan lebih baik daripada
keseluruhan atribut-atributnya. Seperti orang, merek dapat memiliki berbagai
kepribadian, seperti menjadi professional dan konpeten (CNN dan McKinsey),
kelas atas dan canggih (Jaguar dan Tiffany’s), dapat dipercaya dan murni
(Hallmark dan John Deere), menarik dan berani (Porsche dan Benneton), atau
aktif dan kuat (Levis’s dan Nike). David A. Aaker (2013: 215).
Merupakan tahap perkembangan
merek, yang berarti merek yang mencerminkan kepribadian (Rangkuti,2004). Fungsi
merek bukan sekedar gambaran tentang produk, merek merupakan pribadi
penggunanya. Sedangkan Aaker (1997) mendefinisikan brand personality sebagai
“the set of human characteristics associated with a brand” yang berarti
kumpulan dari karakteristik manusia yang dikaitkan terhadap sebuah merek dan
menggambarkan bagaimana konsumen mengekspresikan dirinya (Belk, 1998).
Terdapat perbedaan antara
pelanggan dan merek. Pelanggan merupakan subyek dan merek selalu dijadikan
obyek sehingga selalu terdapat jarak antara pelanggan dan merek. Pada tahap ini
perbedaan antara pelanggan dan merek semakin kecil karena di dalam merek telah
ditampilkan karakteristik yang lebih personal sehingga pelanggan merasa lebih
bersifat pribadi. Pada tahap ini personaliti yang dimiliki oleh pelanggan dan
merek semakin didekatkan, sehingga nilai yang dimiliki oleh merek tersebut
menjadi cermin diri pelanggannya.
Perusahaan harus mampu
menciptakan personaliti untuk merek yang dimilikinya dan terus-menerus
memperbaiki kesan personalitas merek agar tidak ketinggalan jaman. Agar tidak
ketinggalan jaman, iklan yang ditampilkan harus selalu mengaitkan personality
merek dengan karakteristik manusia dan nilai yang melekat pada manusia
tersebut, sehingga merek ini tetap menjadi ekspresi diri, gaya hidup, status,
semangat, dan keberhasilan.
Dalam penelitian yang dilakukan
Aaker (1997) mengenai 5 dimensi dari personalitas merek, yaitu:
1.
Sincerity
2.
Excitement
3.
Competitor
4.
Sophistication
5.
Ruggedness.
Merek
sebagai sebuah perusahaan
Iklan pada tahap ini memiliki
identitas yang sangat kompleks dan lebih bersifat interaktif, sehingga
pelanggan dapat dengan mudah menghubungi merek. Karena merek tersebut merupakan
wakil perusahaan sehingga merek = perusahaan, semua direksi dan karyawan
memiliki persepsi yang sama tentang merek yang dimilikinya.
Dalam membeli suatu produk
konsumen akan mengarahkan pada fungsi dan manfaatnya (Kotler & Keller 2006).
Konsumen akan memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan manfaat yang akan
diperoleh. Karakteristik produk dari sisi inovasi merupakan factor lain dari
karakteristik produk yang diperhatikan oleh konsumen. Seiring dengan
perkembangan jaman maka trend ikut berganti. Jika tidak mengikuti trend maka
produknya akan dianggap ketinggalan jaman dan sulit untuk merebut hati
konsumen. Dalam penelitian ini inovasi yang dimaksud adalah inovasi dari segi
rasa, yaitu dengan menciptakan berbagai varian rasa dalam satu produk.
Jadi, dalam menciptakan suatu
produk, pemasar atau perusahaan harus memperhatikan karakteristik dari produk
tersebut. Dengan menciptakan karakteristik produk yang unik dan berbeda dengan
pesaing lain dapat mempengaruhi persepsi positif konsumen tentang produk
tersebut. Karena karakteristik produk merupakan hal yang penting yang sangat
diperhatikan oleh konsumen ketika hendak membeli, mengkonsumsi atau menggunakan
suatu produk (McNeal, 1992). Produk yang bagus serta berorientasi pada konsumen
akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian atau konsumsi (Brown, 1998).
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian
Metode
yang digunakan dalam pengumpulan data dilakukan dengan dua cara yaitu
pengumpulan dari data sekunder dengan penelitian telaah pustaka dan pengumpulan
data primer dengan observasi langsung dan melakukan penyebaran kuesioner.
3.2 Populasi dan Sampel
Metode
sampling yang digunakan adalah non probability sampling dengan teknik
judgemental sampling dengan masyarakat Depok yang pernah melihat iklan Motor
Yamaha versi Valentino Rossi. Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 100 responden. Karena penelitian yang dilakukan dapat digolongkan
sebagai TV, Radio, Print Advertising. Menurut Sugiyono (2001: 60) metode non
probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang
atau kesempatan sama bagi setiap unsure atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel.
3.3 Pengukuran Variabel
Konsep
yang akan diukur dalam penelitian ini adalah konsep Celebrity Endorser, Brand
Association, Brand Personality, Product Characteristics dalam intense
pembelian. Konsep – konsep tersebut dapat diukur pada aras pengukuran interval.
Penelitian ini menggunakan aras interval karena peneliti ingin mengidentifikasi
pengaruh celebrity endorser, brand association, dan brand personality terhadap
intense pembelian motor Yamaha versi Valentino Rossi.
Variabel
adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek, atau kegiatan
yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008). Variable dalam penelitian ini
terdiri atas:
Celebrity Endorser (X1)
Seorang bintang iklan yang
digunakan untuk mengkomunikasikan pesan pemasaran sebuah produk yang
dipromosikan. Untuk mengukur celebrities endorser maka digunakan indikator yang
diadopsi dari Shimp (2003) yaitu:
1.
Kredibilitas
2.
Daya
Tarik
3.
Kecocokan
Brand Association (X2)
Merupakan
segala hal dan kesan yang dapat diingat konsumen sebagai pencitraan akan merek
lewat atribut yang ada di dalam merek itu sendiri. Atribut produk merupakan
dimensi yang terlihat secara nyata pada sebuah merek produk. Untuk mengukur
brand association di adopsi indikator dari Durianto (2004) yaitu:
1.
Harga
2.
Manfaat
dari produk
3.
Kemampuan
bersaing
Brand Personality (X3)
Brand
Personality adalah karakter psikologis unik yang di terapkan dalam merek
sehingga tercipta kedekatan yang bersifat pribadi antara pelanggan dengan merek
yang digunakannya. Terdapat lima indikator brand personality yang dikemukakan
oleh Aaker (1997):
1.
Sincerity
(ketulusan)
2.
Excitement
(semangat)
3.
Competence
(kemampuan)
4.
Sophistication
(pengalaman dalam soal-soal duniawi)
5.
Ruggedness
(ketangguhan)
Intensi Membeli
Intensi
pembelian adalah kemungkinan subyektif untuk melakukan suatu perilaku tertentu.
Indikator yang digunakan untuk mengukur intensi pembelian (Assael, 2002):
1.
Sikap
terhadap perilaku pembeli
2.
Norma
subjektif atas perilaku membeli
3.
Kontrol
perilaku membeli
Teknik Analisis
Teknik
pengolahan dan analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah teknik
analisis regresi berganda, dengan penyelesaian menggunakan program SPSS versi
20. Teknik analisis regresi berganda digunakan untuk meramalkan bagaimana
keadaan variabel dependen (terikat) bila dua atau lebih variabel independen
(bebas) sebagai faktor predictor dimanipulasi. Variabel independen dari regresi
berganda harus lebih dari dua (Sugiyono, 2001).
Dalam
penelitian ini analisis regresi berganda digunakan untuk mengidentifikasikan
pengaruh dari masing-masing faktor yaitu Celebrity
Endorser, dan Brand Personality terhadap intense membeli. Model persamaan
regresi berganda, berdasarkan pada gambar 2, yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut.
Y = a + + + + e
Keterangan :
Y =
Intensi Pembelian
X1 =
Celebrity Endorser
X2 = Brand Association
X3 = Brand Personality
a =
Konstanta
b1 =
Koefisien Regresi Variabel celebrity endorser
b2 =
Koefisien Regresi Variabel brand association
b3 =
Koefisien Regresi Variabel brand personality
e =
Error term
DAFTAR
PUSTAKA
Aaker, Jennifer
L. (1997). Dimensions of Brand Personality. Journal of Marketing Research, 34(8),
347 - 356.
Anoraga, Pandji.
(2000). Manajemen
Bisnis . Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Assael, H.
(2002). Consumers
Behavior and Marketing Action. (3rd
ed.).
Boston Massachusset AS: Kent Publishing Company.
Bansal, H. S.,
Taylor S.F. & St. James, Y. (2005). Migrating to New Service Providers:
Toward a Unifying Framework of Consumers’ Switching
Behaviors. Journal of the Academy of
Marketing Science, 33(1), 96- 115.
Bauer, H.,
Mader, R., & Keller, T. (2001). An Investigation of The Brand Personality
Scale. http.//marketing.byu.edu/ams/beuer-maderkeller.htm.
Diunduh Februari 2010.
Belk, Russel W.
(1988). Prossessions and The Extended Self. Journal of Marketing Research, 15(9),
139-168.
Brown, K. D.
(1998). Design in the British Toy Industry since 1945. Journal of Design History,
11(4), 323 - 333.
Durianto,
Darmadi, Sugiarto, & Sitinjak, Tony. (2001). Strategi Menaklukkan Pasar
Melalui Riset Ekuitas dan Perilaku Merek. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.